MAJELIS hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya menjatuhkan hukuman maksimal, yaitu pidana penjara lima tahun, terhadap dua penyuap mantan Menteri Sosial Juliar Peter Batubara terkait proyek pengadaan bantuan sosial sembako Covid-19.
Hal itu disampaikan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman.
Menurut Zaenur, suap yang dilakukan oleh pengusaha Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke tergolong kasus korupsi yang sangat jahat. Sebab, keluarga penerima manfaat yang tersebar di Jabodetabek merasakan langsung dampak dari korupsi tersebut.
Selain itu, rasuah dengan modus mengutip komitmen fee sebesar Rp10 ribu dari tiap paket bansos yang dikerjakan oleh pengusaha juga telah merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam penanganan Covid-19. Korupsi ini, lanjut Zaenur, juga berdimensi politik, sehingga daya rusaknya sangat besar.
“Menurut saya harusnya hakim bsia memutus melebihi tuntuan JPU (jaksa penuntut umum). Jadi hakim seharusnya mempertimbangkan akibat korupsinya sebagai dasar pertimbangan untuk memutus maksimal, yaitu lima tahun” kata Zaenur kepada Media Indonesia, Kamis (6/5).
Dalam persidangan yang digelar Rabu (5/5) lalu, hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara empat tahun kepada Ardian dan Harry. Keduanya juga dijatuhi denda Rp100 juta subsider empat bulan. Vonis hakim tersebut mengamini tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya.
Ardian terbukti telah menyuap Juliari sebesar Rp1,95 miliar. Dengan suap itu, perusahaan miliknya, yaitu PT Tigapilar Agro Utama, mendapat pengerjaan 115.000 paket sembako pada tahap 9 sampai 12. Sementara suap yang dilakukan Harry sebesar Rp1,28 miliar.
Perusahaan yang digunakan Harry, yaitu PT Mandala Hamonangan Sude maupun PT Pertani, mendapat pekerjaan 1.519.256 paket sembako pada tahap 1, tahap 3, tahap komunitas, dan tahap 5 sampai 12.
Suap dari keduanya diterima Juliari melalui kuasa pengguna anggaran (KPA) di Kemensos, Adi Wahyono, maupun pejabat pengguna komitmen (PPK) proyek pengadaan bansos, Matheus Joko Santoso.