Kaji Ulang Rencana Pajak Sekolah dan Sembako! BPI KPNPA RI: Rakyat Sedang Sulit

  • Bagikan
Tb Rahmad Sukendar
Tubagus Rahmad Sukendar.

TANGERANGA SELATAN | GemaNusantara.id – Draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur pajak sekolah swasta hingga sembako, mendapat perhatian dari Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara & Pengawas Anggaran RI (BPI KPNPA RI).

Menurut Ketua Umum BPI KPNPA RI Tubagus Rahmad Sukendar, rencana pemberian pajak terhadap sejumlah sektor perlu ditinjau ulang. “Saya kira kebijakan tersebut tidak tepat karena akan membebankan masyarakat kecil,” kata Tb Rahmad Sukendar, Sabtu (12/6/2021).

Dia meminta DPR dan pemerintah untuk mempertimbangkan rencana tersebut. Berdasarkan informasi, RUU KUP sudah dibawa ke DPR RI dan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021 yang diprioritaskan selesai untuk dapat diimplementasikan.

“Kami meminta kebijakan DPR dan pemerintah agar tidak menambah beban masyarakat dengan rencana pemungutan pajak pada sektor-sektor vital. Apalagi pandemi Covid-19 masih sangat berdampak terhadap kelompok masyarakat kecil,” ucapnya.

Untuk pajak pendidikan, dia khawatir berdampak domino, seperti dengan kenaikan biaya sekolah. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 011 Tahun 2014, kriteria jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga bimbingan belajar (Bimbel).

“Ini kan tidak elok dilakukan. Jika diimplementasikan, rasa-rasanya justru akan menjerat rakyat. Padahal anak-anak yang bersekolah swasta, tidak semuanya dari kalangan mampu. Ada sekolah-sekolah swasta yang siswanya dari kelompok masyarakat kecil, yang tidak bisa masuk sekolah negeri,” tegas Tb Rahmad Sukendar.

Dia mengatakan, saat ini pendidikan bermutu yang diselenggarakan swasta sangat mahal. “Jika dikenakan PPN, tentu akan menjadi lebih mahal, demikian pula pada sektor pelayanan jasa lainnya akan menambah biaya-biaya lainnya bagi masyarakat,” sambungnya.

Untuk kebijakan pajak sembako, Tb Rahmad Sukendar menilai hal itu justru akan mengganjal Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Jika daya beli masyarakat menurun, dampaknya juga akan dirasakan terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Menurut saya, mengambil pajak dari sektor pendidikan, sembako, serta jasa kesehatan bukan jalan yang tepat untuk menambah penerimaan negara. Pemerintah harus memikirkan alternatif lain dan tidak membuat kebijakan yang bisa melukai rakyat,” ungkapnya.

Benahi Perpajakan

Ketua Umum BPI KPNPA RI yang juga menjabat Ketua Garda Inti Paguron Jalak Banten Nusantara ini meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk membenahi sistem perpajakan.

Dia meminta Kemenkeu lebih kreatif membuka keran pemasukan bagi negara dengan menyiapkan kebijakan yang tidak mengganggu hajat hidup orang banyak mengingat situasi ekonomi masih sulit sehingga pemerintah harus peka terhadap beban masyarakat.

Revisi UU KUP mendapat banyak kritikan tajam, termasuk dari partai-partai koalisi pemerintah. Apalagi rencana ini menyeruak di saat pemerintah telah memberikan keleluasaan terhadap pajak yang diperuntukkan bagi kelompok berada, seperti relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi kendaraan bermotor dengan alasan ingin mendongkrak pemulihan ekonomi usai tertekan dampak pandemi Covid-19.

Selain itu, pemerintah memberikan insentif pajak properti untuk pembelian rumah siap huni (ready stock), dan sejumlah intensif pajak lainnya. Termasuk yang sempat membuat geger lainnya adalah, wacana pengampunan pajak atau tax amnesty seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.

“Jika pajak untuk sekolah, jasa kesehatan, dan sembako diberlakukan di saat pemerintah memberi banyak kemudahan bagi kalangan atas, hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan. Pemerintah juga harus memperhatikan pandangan para ahli ekonomi yang menyatakan wacana tersebut akan membuat ketimpangan si kaya-miskin semakin lebih lebar,” tegas Tb Rahmad Sukendar.

Rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan dan sembako, tertuang dalam Pasal 4A RUU KUP.

Selain dua sektor itu, pemerintah berencana mengenakan pajak untuk jasa kesehatan, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos bakal jadi objek pajak.

“Pemerintah itu harus memikirkan nasib rakyat , jangan malah membebani rakyat dengan aturan pajak yang tidak pro kepada rakyat,” tegasnya.

Bagikan berita ini di sosial media
    
   
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *