JAKARTA | GemaNusantara.id – Ketua Komisi Kejaksaan RI Dr. Barita Simanjuntak, SH.,MH.,CFr.A., menilai isu mengenai adanya laporan audit ganda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak logis.
“Sangat sulit diterima akal sehat kalau disebut ada laporan audit ganda BPK,” kata pemegang audit forensik dan anggota Asosiasi Auditor Forensik Indonesia (AAFI) ini, Kamis (1/7/2021).
Menurut Barita, mekanisme kerja audit BPK sangat ketat, diperiksa dan diverifikasi secara berlapis dan berjenjang berdasarkan standar yang jelas, serta didukung fakta dan bukti dokumen yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, tuturnya, dalam audit investigatif maka laporan hasil pemeriksaan BPK hanya diberikan kepada aparat penegak hukum untuk dijadikan sebagai bukti di pengadilan dan auditor yang melakukan audit akan memberikan keterangan atau kesaksian berkaitan dengan laporan audit dimaksud.
“Dengan dasar itu tak ada ‘rasio logisnya’ mengenai laporan audit ganda karena secara terbuka perkara tersebut pasti akan diuji oleh Hakim dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum,” jelas Barita.
Berdasarkan UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK dan UU No. 15 tahun 2014 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dijelaskan bahwa BPK sebagai auditor negara maka laporan audit resmi adalah dokumen negara otentik.
“Karena itu, laporan hasil pemeriksaan BPK yang sah, otentik dan mengikat adalah yang dikeluarkan berdasarkan Surat Keluar yang ditandatangani pimpinan BPK,” kata Barita.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr Edi Warman juga berpendapat, BPK tidak mungkin mengeluarkan laporan audit ganda.
Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam memeriksa keuangan negara BPK adalah lembaga yang mandiri, bebas, integritas, independen dan profesional. “Mereka bekerja komprehensif dalam mengaudit dan tidak mungkin membuat laporan ganda,” jelas Edi.
Isu laporan audit ganda BPK tersebut mencuat dalam persidangan Benny Tjokro, Rabu (24/6/2021), terkait dengan kasus Jiwasraya dan Asabri.