Oleh Dr. Chaerul Amir, SH MH
Penulis buku Perlindungan Hukum terhadap Benda Sitaan
Posisi dan Status Benda dalam Penyitaan
Pengertian benda sitaan erat sekali kaitannya dengan barang bukti karena benda yang disita adalah barang bukti dari suatu perkara pidana yang disita oleh aparat penegak hukum yang berwenang guna kepentingan pembuktian di sidang pengadilan.
Barang bukti dalam bahasa Belanda berarti “bewisgoed” baik dalam wetboek van strafrecht voor Indonesia maupun dalam Het Herziene Inlands Reglemen. Barang bukti dalam hal ini adalah barang-barang yang diperlukan sebagai alat bukti terutama alat bukti seperti yang disebutkan dalam keterangan saksi atau keterangan terdakwa
Keberadaan barang bukti dalam praktik peradilan pidana mempunyai kekuatan pembuktian apabila telah diterangkan para saksi ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka yang menerangkan tentang barang bukti tersebut.
Karena itu “barang bukti tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat apabila tidak ada saksi, ahli, atau surat petunjuk atau keterangan tersangka yang menerangkan tentang “barang bukti tersebut. Di dalam KUHAP mencantumkan barang bukti dapat dihadirkan.
Menurut Rusli Muhammad, bahwa barang bukti yang dimaksud adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan yang diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka barang bukti tidak termasuk ke dalam alat bukti, karena Undang-Undang hanya menetapkan lima macam alat bukti yang sah yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Meskipun bukan alat bukti, apabila penuntut umum menyebutkan barang bukti itu di dalam surat dakwaannya dan kemudian mengajukan barang bukti itu kepada hakim, maka majelis hakim harus memeriksa barang bukti tersebut dan meminta keterangan seperlunya terkait barang bukti kepada saksi dan terdakwa.