Keadilan Restoratif: Jampidum Setujui Penghentian Penuntutan Perkara Pidana dari 7 Kejari, Ini Alasannya

Penegakan Hukum
Jam Pidum Dr Fadil Zumhana

JAKARTA | GemaNusantara.id – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Dr. Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif perkara tindak pidana dari sejumlah Kejaksaan Negeri.

Ekspose dan perkara yang disetujui penghentian penuntutannya tersebut berasal dari tujuh Kejaksaan Negeri, yakni Kejari Aceh Utara, Kejari Bireun, Kejari Gowa, Kejari Luwu, Kejari Bone, Kejari Sungai Penuh, dan Kejari Makassar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari 5 tahun.

Selain itu, ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dan korban, korban dan keluarganya merespons positif keinginan tersangka untuk meminta maaf/berdamai dengan korban dan tidak akan mengulangi kembali perbuatannya, serta korban telah memaafkan.

“Selain kepentingan korban, juga dipertimbangkan kepentingan pihak lain dimana tersangka masih memiliki masa depan yang panjang dan lebih baik lagi ke depannya. Alasan lain yakni cost dan benefit penanganan perkara serta mengefektifkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (13/1/2022).

Dari Kejari Aceh Utara, Jampidum menyetujui permohonan penghentian penuntutan tersangka M. Jafar bin alm. Tulet. Dia disangkakan melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Jampidum juga menyetujui penghentian penuntutan tersangka Ibrahim M. Ali bin alm. M Ali dari Kejari Bireun dan tersangka Muhammad Ikbal alias I’ba bin Situru dari Kejaksaan Negeri Gowa. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Dari Kejari Luwu, Jampidum mengabulkan penghentian penuntutan atas nama tersangka Hasbullah alias Ullah bin Kadir dalam kasus pelanggaran Pasal 310 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Selanjutnya, penghentian penuntutan atas nama tersangka Lukman bin Jamaluddin dari Kejaksaan Negeri Bone. Dia disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Selain itu, Jampidum menyetujui penghentian penuntutan perkara dari Kejari Sungai Penuh atas nama tersangka Wahyu Tri Aldilas alias Wahyu bin Supardin, yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP sub 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Adapun dari Kejari Makassar, Jampidum melakukan ekspose dan menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atas tiga orang tersangka, yaitu Sri Wahyuni, Nadya Dwi Agatha, dan Supriyanto Akhmadi Bakri alias Anto.

Tersangka Sri Wahyuni dan Nadya Dwi Agatha disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, sementara tersangka Supriyanto Akhmadi Bakri disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

“Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata Leonard.

Sebelum diberikan SKP2, tuturnya, para tersangka telah dilakukan perdamaian oleh Kajari, baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian.

Bagikan berita ini di sosial media
    
   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *