Pusat Studi Pancasila: Guru Harus Kreatif agar Siswa Mudah Memahami Nilai-nilai Pancasila

Dr Darmansjah Djumala
Dr Darmansjah Djumala

JAKARTA – Remaja khususnya anak didik perlu dilibatkan dalam program konkret yang bernuansa Pancasila agar mereka mudah memahami nilai-nilai Pancasila. Sebab menjelaskan Pancasila dari perspektif filosofis kurang dipahami oleh remaja.

”Agar nilai-nilai Pancasila mudah dipahami, remaja perlu dilibatkan dalam program konkret bernuansa Pancasila. Jika diikutsertakan dalam kegiatan yang berisi nilai Pancasila, remaja akan lebih mudah memahami untuk kemudian menghayati Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,” kata Dr. Darmansjah Djumala, Direktur Eksekutif Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Pancasila, Jumat (13/10/2023).

Dia menyampaikan hal itu pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Strategi Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila pada Pendidikan Formal yang digagas oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Acara ini dihadiri oleh para guru SMA pengampu pelajaran Pancasila dan Kepala Dinas Pendidikan se-DKI Jakarta. FGD bertujuan mendiskusikan dan membuat rekomendasi kebijakan tentang strategi implementasi pembinaan ideologi Pancasila di sekolah tingkat SMA.

Menurut dia, jika remaja diikutsertakan dalam kegiatan sekolah yang berisi nilai Pancasila, mereka akan lebih mudah memahami untuk kemudian menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

“Guru mata pelajaran Pancasila dituntut lebih kreatif menciptakan format pembelajaran agar para siswa lebih mudah memahami nilai-nilai Pancasila,” kata Dr. Djumala, yang juga menjabat Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri BPIP.

Dia mengatakan BPIP bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merampungkan Buku Teks Utama (BTU) untuk sekolah jenjang dasar dan menengah untuk digunakan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.

BTU Pancasila tersebut berisi materi pembelajaran dengan proporsi 30% teori dan 70% praktik. Dalam konteks itulah, Dr. Djumala melihat format pembelajaran yang lebih menekankan pada pelibatan siswa dalam program konkrit sejalan dengan BTU.

Hal itu dapat dilakukan dengan melibatkan siswa dalam kegiatan konkret, baik internal maupun eksternal sekolah (school-based  atau community-based program). “Membantu kegiatan sosial, observasi terhadap masalah-masalah sosial di tengah masyarakat dan membahasnya di kelas adalah beberapa contoh program konkret yang dapat dikembangkan di sekolah,” jelasnya.

Pada bagian lain, Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB, mengapresiasi penyusunan BTU pelajaran Pancasila untuk siswa SMA yang dinilai tepat waktu dan tepat sasaran.

Secara khusus, dia merujuk temuan survei Setara Institute yang mengungkap 83,3% siswa SMA berpandangan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dapat diganti. Mispersepsi ini adalah akibat dihapuskannya mata pelajaran Pancasila dari kurikulum sekolah sejak 2003.

“Dengan tidak dipelajarinya Pancasila selama 20 tahun, akibatnya saat ini Indonesia memiliki generasi yang tidak paham, bahkan salah dan mispersepsi, terhadap kedudukan Pancasila dalam kehidupan bermasyatakat, berbangsa dan bernegara,” ungkapnya.

Dengan kehadiran BTU Pancasila, tutur Dr. Djumala, langkah selanjutnya adalah bagaimana memastikan paket buku tersebut digunakan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.

”Menyusun BTU merupakan langkah positif untuk menciptakan generasi muda yang paham akan kedudukan Pancasila dan kemudian menghayatinya. Namun langkah penting selanjutnya adalah memastikan BTU ini digunakan di semua sekolah dalam skala nasional,” kata Dr. Djumala.

Bagikan berita ini di sosial media
    
   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *